Pages

Selasa, 11 Desember 2012

Learning Community of Qaryah Thayyibah "The Education for All"


     foto bersama bpk Ahmad Bahrudin
Learning Community ( Komunitas Belajar ) , ya, begitulah nama yang mereka berikan kepada tempat belajarnya, entah mengapa murid dari yayasan Qaryah Thayyibah lebih betah menamakan yayasan ini dengan sebutan “komunitas belajar” daripada “sekolah”, bagi mereka, sekolah adalah tempat dimana anak-anak tidak mampu berkreasi dan berkarya dengan bebas dan di dalam komunitas belajar Qaryah Thayyibah inilah mereka menemukan kebebasan dalam berkreasi dan berkarya. Memang benar adanya jika sekolah formal di Indonesia saat ini lebih banyak menyuguhkan teori ketimbang praktek secara langsung dilapangannya, begitulah yang saya rasakan selama saya mengenyam pendidikan sekolah dasar sampai smp, sedikit berbeda ketika saya mengenyam pendidikan SMK, banyak praktek yang dilakukan disana, namun masih banyak juga teori-teori yang disampaikan. Pertanyaannya adalah, apakan semua teori yang disampaikan disekolah formal berguna untuk kita? Coba bayangkan, begitu banyak ilmu yang kita dapatkan dari sekolah formal, namun hanya sedikit yang diaplikasikan dikehidupan kita.
Sebenarnya bukan kesalahan pengajaran ilmu pengetahuan terhadap muridnya, apalagi menyalahkan guru, semua yang terjadi sebagai budaya pendidikan di Indonesia adalah kesalahan dari system-nya, jika semua sekolah formal di Indonesia lebih menekankan bakat dan kreatifitas murid muridnya tanpa mengekang dan memberlakukan sebuah system yang hanya teoritis maka akan tumbuh begitu banyak anak cerdas yang akan mengubah Negara ini dengan kemampuannya dan Indonesia tidak akan menjadi Negara karut marut lagi, pendidikan memang bukan segalanya, tapi segalanya berawal dari pendidikan, jika system pendidikan di Indonesia baik, maka akan tercipta hasil pendidikan yang baik pila, begitupun sebaliknya.
Sedikit menilik sejarah berdirinya komunitas belajar Qaryah Thayyibah, nama QT di cetuskan oleh Raymon Toruan (The Jakata Post) seorang peserta workshop serikat paguyuban petani di hotel Beringin Salatiga, hal ini menarik, karena ia beragama Khatolik dan keturunan Batak, namun ternyata semua peserta menyetujuinya. Workshop itu menghasilkan nama Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah yang akhirnya menjadi pelopor terbentuknya SMP terbuka Qaryah Thayyibah (pada awalnya) di Desa Kali Bening Salatiga.
Berawal dari 12 murid, pada pertengahan 2003, SMP terbuka QT didirikan, salah satu murid pertama di SMP tersebut adalah anak dari Bpk. Bahrudin sendiri, walaupun hanya 12 murid yang mendaftar namun SMP terbuka QT memiliki jaringan internet 24 jam ditempatnya yang saat itu masih belum berbentuk gedung seperti sekarang, hanya dirumah rumah, hal tersebut tidak mengurangi kreatifitas murid muridnya untuk berkreasi dan berkarya, dan dengan adanya akses internet 24 jam tersebut, QT menjadi salah satu penghasil murid murid terbaik di Desanya. Setelah itu, perkembangan SMP terbuka QT semakin pesat dan mereka menyebutnya sebagai Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah.
Qaryah Thayyibah juga menganut system balajar untuk semuanya “the education for all”, tidak hanya murid dari Desa Kali Bening Salatiga saja yang diterima di sana, namun banyak juga murid dari luar Desa bahkan luar kota yang mendaftarkan dirinya di QT, selain biayanya yang tidak membebankan orang tua murid, QT juga memiliki kualitas yang hebat dalam pengajarannya, disana diberlakukan system belajar 24 jam, maksudnya adalah, kapanpun murid mau belajar saat itulah mereka akan belajar, mereka menyusun kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat yang diinginkan sehingga memicu kreatifitas tinggi dan semangat belajar yang tinggi pula, tidak ada kejenuhan diwajah murid murid QT, hal tersebut berbeda dengan wajah wajah kecemasan murid sekolah formal, mereka terbebani oleh kurikulum yang begitu berat dan sulit untuk dilalui anak seusia mereka. Semoga pemerintah mampu menciptakan kurikulum seperti yang ada di dalam Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah, agar Indonesia mampu menjadi Negara yang memiliki anak berpendidikan cerdas, kreatif dan berakhlak mulya yang nantinya akan menjadi generasi penerus Bangsa yang hebat! Tentunya dengan biaya yang tidak mencekik leher. Bisa?
    



0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

my_twitt

Blogroll

About

translator